Dana Kampanye 2009 Rawan 'Mark Up'
Peneliti pada Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Denny Indrayana mengatakan, dana kampanye 2009 rawan mark up karena Undang-undang (UU) Pemilu yang mengatur masalah itu lemah secara substansi.
Usai sosialisasi pencegahan kasus korupsi di Yogyakarta, Rabu (27/8), ia menambahkan bahwa dalam UU Pemilu, masalah dana kampanye tidak begitu jelas substansinya, sehingga dapat melonggarkan partai politik (parpol) untuk melakukan korupsi.
"UU Pemilu yang dibuat oleh DPR yang anggota dan pimpinannya adalah orang parpol, nampaknya sengaja dibuat longgar khususnya mengenai dana kampanye. Karena itu, parpol dapat mencari celah untuk melakukan penyelewengan dana kampanye," katanya.
Menurut dia, sanksi penyelewengan dana kampanye juga tidak diatur secara tegas dalam UU Pemilu. Padahal, seharusnya UU Pemilu secara jelas dan tegas mengatur bagaimana dana kampanye masuk dan keluar.
"Sanksi dan batasan besaran penggunaan dana kampanye dalam UU Pemilu juga tidak diatur," kata Denny Indrayana.
Menyinggung tentang hasil pengungkapan kasus korupsi, ia mengatakan kasus korupsi yang diungkap selama ini masih kasus yang berada di pinggiran. Demikian pula dengan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor kepada para koruptor belum maksimal, sehingga kurang memberikan efek jera bagi koruptor.
"Untuk tahun ini saja, dari 14 kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan tipikor, vonisnya rata-rata hanya 4,3 tahun. Namun, semua itu bukan semata-mata kesalahan hakim pengadilan tipikor, tetapi juga undang-undangnya dibuat oleh anggota DPR," katanya.02.42 | | 0 Comments